Kata Pengamat: Senyum Soeharto Tak Akan Dongkrak Suara Golkar

YOGYAKARTA, (TRIBNEKOMPAS)
By: Astri.

- Kampanye pencitraan atas nama bekas Presiden Soeharto melalui jargon, “Penak zamanku to…” dinilai pengamat politik tidak akan mampu mendongkrak perolehan suara calon legislator Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto. Titiek adalah anak Soeharto yang mencalonkan sebagai calon anggota DPR dari daerah pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2014 mendatang.

“Kalau hanya kampanye itu, tidak akan berpengaruh. Karena tidak semua masyarakat di wilayah DIY mempunyai hubungan historis dengan Soeharto,” kata pengamat politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, A.A.G.N Ari Dwipayana, kepada Tribunekompas, Selasa, 11 Juni 2013.

Sebelumnya, Ketua Partai Golkar DIY Gandung Pardiman mengatakan, dipilihnya Titiek Soeharto sebagai calon legislator nomor urut satu dari Golkar DIY karena pertimbangan Titiek punya kemampuan mendongkrak suara partai. Tapi, kata Gandung, kampanye “Penak zamanku” lewat spanduk dan stiker ditujukan bagi kader dan partai. “Titiek Soeharto kan anak biologis Soeharto. Sedangkan saya dan kader Golkar lainnya kan, anak ideologis Soeharto,” kata Gandung, Senin, 10 Juni 2013.

Tapi, menurut Ari Dwipayana, hanya Bantul dan wilayah DIY sisi barat yang mempunyai hubungan emosional dengan Soeharto dan keluarganya. Khususnya Desa Kemusuk, tempat kelahiran Soeharto. Di desa itu, kini dibangun museum Suharto, bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-92 Soeharto. Sedangkan karakteristik pemilih di wilayah lain, terutama Kota Yogyakarta, dinilai lebih dinamis. “Saat Tutut (Siti Hardiyanti Rukmana) membuat Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), juga tak mampu mendongkrak citra Soeharto,” kata Ari Dwipayana.

Menurut dia, pemulihan pencitraan Soeharto dan Golkar adalah melalui strategi penyediaan keuangan yang banyak. Arie mengatakan DIY nanti menjadi ajang pertarungan reputasi keluarga Soeharto. “Mampu enggak mereka kembali? Jadi money politics itu bisa jadi strategi mereka,” ujar Ari Dwipayana.

Sementara itu, sosiolog UGM, Arie Sudjito, berpendapat kaum Orbais (kaum Orde Baru) mulai berani terbuka untuk merestorasi diri dalam arena demokrasi. “Mereka memanfaatkan kelemahan situasi reformasi yang makin kedodoran,” katanya. Caranya, mengandalkan memori lama soal stabilitas dengan mendistorsi realitas sejarah. Termasuk munculnya jargon-jargon pencitraan tentang Soeharto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar